Salah satu pertanyaan yang juga sering datang kepada kami selain bagaimana sosialisasi anak homeschooling & kurikulum homeschooling adalah bagaimana keseharian homeschooling keluarga kami? Sebenarnya itu mudah dijawab sih, “Baca aja RumahInspirasi.com” karena sebagian besar isinya memang diisi dengan keseharian kami. Tapi ternyata tetap belum menjawab pertanyaan teman-teman yang tertarik atau ingin menjalankan homeschooling.
Banyak juga teman yang ingin main seharian di rumah hanya untuk melihat proses belajar kami. Padahal kalau itu yang dilakukan dijamin kecewa karena proses belajar kami mungkin tidak seideal yang dibayangkan orang-orang.
Kami ini adalah praktisi homeschooling yang menganut aliran “Belajar dari keseharian”. Jadi sebisa mungkin pelajaran yang ada menyatu dengan keseharian mereka. Misal, alih-alih membuat sesi khusus memasak, kami membuka pintu dapur dan sesi masak keseharian untuk direcoki anak-anak dan menjadi cara mereka belajar. Kami menjadikan kebiasaan mencuci piring, mencuci baju, menjemur baju, menyetrika, membereskan kamar, merapikan tempat tidur, mainan dan aneka pekerjaan rumah tangga lain sebagai bagian dari pelajaran. Kami menggunakan pasar, supermarket, rumah eyang/saudara, lingkungan sebagai tempat mereka belajar.
Lalu kapan belajarnya? Itu jadi pertanyaan lanjutan. Mungkin maksud dari penanya adalah “Kapan belajar matematika, sains dan pelajaran yang ada di sekolah lainnya?” Kalau itu memang anak-anak membuat sendiri jadwal belajarnya. Tapi itu pun sifatnya sangat lentur. Jadwal itu menjadi alat untuk anak-anak belajar mengatur prioritas hariannya. Mereka berproses bersama kami, kadang mulus kadang tidak. Ada hari-hari di mana mereka “taat jadwal”, ada hari-hari di mana jadwal itu bubar jalan karena suatu kondisi.
Kondisi yang paling sering membuat jadwal kacau biasanya berasa dari diri kami (orangtuanya). Misalnya, kami mengajak mereka pergi seharian. Atau, kami sedang sibuk ada deadline sehingga Tata & Yudhis kami minta untuk memastikan Duta tidak rewel, Dan itu semua membuat jadwal mereka terganggu. Atau ada tamu mendadak yang datang bersama anak kecil sehingga akhirnya hari mereka berlalu dengan bermain bersama anak-anak tamu yang datang.
Lalu kalau sudah begitu bagaimana? Well, sebagaimana ritme kehidupan yang naik turun, kami belajar berdamai dengan ritme keseharian belajar anak-anak kami. Kalau ada sebuah kondisi yang mengacaukan jadwal kami, yah kami buat keputusan kalau hari itu atau sampai sebuah periode tertentu untuk libur. Begitu kondisi kembali kondusif belajar pun dimulai kembali untuk mengejar “ketertinggalan”. Kurang lebihnya seperti itu.
Seperti kemarin, terus terang aku masih terbawa hawa “libur”. Masih pengen santai-santai dan menyiapkan hati untuk mulai proses belajar hari Senin. Ternyata kemarin semua anak-anak sudah “ON”. Yudhis & Tata sudah kembali ke dalam skejul keseharian mereka, Duta bahkan mengerjakan aneka craft & worksheet sendirian. Padahal pagi sampai siang kami masih jalan ke rumah saudara dalam rangka hari raya.
Sebuah hal manis yang aku rasakan dari proses homeschooling adalah “beban” keluarga ini kami tanggung bersama. Bukan sekedar bapak dan ibu, tapi juga oleh anak-anak. Kalau bapak capek, ada ibu dan anak-anak yang mengangkatnya membiarkan bapak istirahat sejenak. Begitu pula kalau ibu letih, ada bapak & anak-anak yang berusaha mandiri di posnya masing-masing. Sementara kalau anak-anak yang “mbelenger” kami sebagai orangtua berusaha tidak langsung marah tapi berusaha menggali sebab dari ketidakmampuan mereka memenuhi jadwal harian.
Jadi, keseharian homeschooling kami adalah kerja tim di beragam titik. Sebagai tim, kami harus menjaga komunikasi dan ritme kerjasama. Keadaan mungkin tidak pernah selalu bisa sempurna, tapi dalam setiap keletihan, kejatuhan, ketidaksempurnaan selalu ada anggota tim yang bersedia menjaga dan menyempurnakannya.
Notebooking: